Rumah Bunda
“Al bawa apa? Repot-repot banget sih, Nak.”
“Bikin sushi, Bun. Siapa tau Bunda kangen makanan Jepang, hehe.”
“Emang Kak Al terbaik banget sih!” Dengan tiba-tiba Adam menyomot sebuah sushi yang sedang di susun Altha di meja makan.
“Heh kamu, tuh! Udah cuci tangan belum?” Bunda menepis tangan anak lelakinya itu.
Adam menyeringai, tanda ia mengiyakan tuduhan Bundanya.
“Miwa mana, Kak?” Tanya anak itu kemudian.
“Masih sama Danny di depan, lagi liat bunga- Eh itu dia!” Semua mata sontak tertuju pada Danny dan Amira di gendongannya dengan wajah cemberut.
“Eh Miwa ko cemberut?” Ini Adam, yang membuat Amira berontak dari gendongan Danny dan menghampirinya.
“Miwa masih mau liat bunga, Om! Tapi kata Papa disulu masuk hm. Sebel.” Kata anak 3 tahun itu dengan lucu.
“Ya masuk dulu dong, Sayang. Amira 'kan belum salim sama Oma?”
Amira terdiam sejenak, kemudian menghampiri Bunda dengan tangan yang direntangkan. “Oma!! Miwa kangen.” Gadis kecil itu memeluk kaki Bunda.
“Oma juga, Sayang. Cium dulu sini!”
“Om, ayo! Miwa udah salim sama Oma, udah di cium juga. Ayo sekalang liat bunga lagi, Om! Tadi ada bush-el-flai nya tau!”
Semua tertawa.
“Butterfly, Beb.” Adam menjawil hidung gadis kecil yang masih menarik-narik ujung bajunya itu. “Kak, ini gak apa-apa ke depan lagi?”
Altha tersenyum, kemudian mengangguk sebagai jawaban.
“Yey!!” Pekik Amira senang, kemudian Adam segera menggendong dan membawanya kembali ke teras rumah Bunda.
“Al, Danny, sini!” Bunda mengajak mereka untuk duduk di ruang tamu.
“Kantor gimana, Nak? Aman?”
“Aman dong, Bun! Bunda tenang aja, serahin semuanya sama Danny.” Jawab Danny yang kemudian melukis senyum bangga di wajah Bundanya.
“Omong-omong, tadi petinggi cabang sebelah ngabarin Bunda. Sekretaris sepupumu baru aja undur diri dari kantor, karena habis melahirkan.”
Altha ikut menyimak, sampai kini pandangan Bunda beralih padanya.
“Al, bisa 'kan gantiin posisi itu?”
WHAT? Altha jelas kaget dong.
“Emang karyawan lain gak ada yang memadai untuk naik jabatan, Bun?” Ini Danny.
Bunda menghela nafas, “Kamu kayak gak tau sepupu kamu aja, Dan. Sepupumu itu susah percaya sama orang. Jadi orang kantor minta Bunda yang cariin. Ya because... they believe Bunda can find the trusted one.”
Altha masih terdiam.
“Gimana, Al? Bisa, kan?”
***