Kisah tentang Altha, Asa, dan Keyra
“Aku dan Keyra menjalin hubungan waktu SMA.” Asahi memulai ceritanya saat mereka berdua telah duduk di pasir putih pantai sembari menatap jernihnya lautan dengan langit yang berwarna jingga kemerahan.
Altha disebelahnya kini menatap lelaki itu lekat-lekat, siap mendengarkan untaian-untaian ceritanya dengan seksama.
“Sebulan, dua bulan, setengah tahun, masih terasa baik-baik aja untuk kita. Sampai akhirnya, Papa Key menentang keras hubungan aku sama dia.”
“Sejak saat itu aku tau, ternyata kesehatan mental Key bisa dibilang gak sampe 100%, Al.” Asa menatap Altha sekilas, kemudian melanjutkan ceritanya.
“Faktor keluarga, sih. Keluarganya strict parent banget. Dia terlalu di kekang, setiap hal yang dia pilih selalu bernilai salah dimata orang tuanya.”
“Keyra kesepian, Al. Itu yang akhirnya buat dia sangat sangat bergantung ke aku, bahkan dalam hal sekecil apapun.”
“Pernah beberapa kali aku minta putus karena udah terlalu capek nurutin permintaan Key yang aneh-aneh. Tapi Key gak pernah terima, Al. Dia selalu ngancem mau bunuh diri kalau aku putusin dia.”
Asahi terdiam sejenak, menghela nafas beratnya saat mengingat masa-masa itu.
“Sampai akhirnya, kita putus waktu Key di pindah sekolahnya ke luar negeri saat tahun terakhir SMA. Di paksa Papa nya, biar Key bisa lepas dari aku katanya.”
“Gak bisa dipungkiri kalau aku galau banget saat itu. Sampai setahun lebih aku terus mikirin Key. Tapi aku sendiri gak ngerti perasaan apa yang sebenernya aku rasain, Al. Cinta kah? Apa perasaan kasihan yang akhirnya buat aku pengen ngelindungin dia? Atau bahkan... apa cuma sekedar ambisi karena merasa harus dipisahkan secara paksa?”
Lagi, Asa terdiam sejenak sebelum melanjutkan.
“Disamping kebingungan itu, aku tetep bisa melanjutkan hidup aku sebagaimana mestinya. Aku lulus sekolah, masuk kuliah, dan akhirnya ada cewek yang suka sama aku sejak hari pertama ospek di kampus.”
“Siapa?” Tanya Altha tiba-tiba, matanya langsung membulat sempurna.
Asahi yang menyadari hal itu tak mampu menyembunyikan senyumnya, “Menurut kamu?”
Altha tak menjawab, ia sibuk menyembunyikan wajahnya yang kini memerah padam. Tak disangka, ternyata Asahi mengetahui hal itu.
“Akhirnya aku sekelas sama dia. Ya.. awalnya sih biasa aja. Lagipula, dia nya juga gak pernah gimana-gimana. Paling nyuri-nyuri pandang aja.”
“Ih... malu..” Ini Altha, berbisik pada dirinya sendiri.
Asa terkekeh.
“Akhirnya di suatu hari, aku dateng pagi-pagi banget ke kampus buat belajar karena ada kuis.” Ia menoleh, “Kamu tau? Ternyata dia udah ada di kelas, ketangkep basah sama aku waktu dia mau naro kotak bekal di atas meja yang biasa aku tempatin.”
“Sa..”
“Aku bingung. Karena pada saat itu, untuk pertama kalinya aku ngerasain debar jantung yang gak biasa. Kayak apa ya.. perut aku kayak ada kupu-kupunya, Al.”
“Tapi aku terlalu naif, semua perasaan yang timbul sejak hari itu aku sangkal semuanya.”
“Anehnya, semakin disangkal justru malah buat aku semakin penasaran. Aku mulai cari tau semua hal tentang dia, apa yang dia suka dan apa yang gak dia suka.”
Di sisi lain, Altha tak hentinya meremas pasir putih tak bersalah itu. Ia tak lagi dapat mengontrol jantungnya untuk tidak berdegup dengan kencang.
“Tapi semuanya itu tersimpan rapat-rapat, Al. Gak ada yang tau karena aku yang gak pernah bisa nunjukin itu semua ke dia.”
“Di mata dia, aku cenderung di lukiskan sebagai sosok yang dingin, cuek, dan acuh tak acuh.” Katanya, sembari menatap lurus mata Altha.
“Singkat cerita akhirnya dia ngungkapin perasaannya ke aku. Lucu deh, di tulis pake kertas warna pink, terus suratnya di taro di dalam kotak makan yang isinya sandwich.”
“Sa-”
“Aku; yang saat itu masih terus menyangkal semua perasan yang ada, entah kenapa malah meluruh dan akhirnya mutusin untuk buka hati buat dia.”
“Semuanya terjadi gitu aja. Gak ada unsur paksaan, apalagi niat untuk menjadikan dia sebagai pelampiasan.”
“Backstreet pun aku pilih bukan karena aku malu buat mengakui dia. Inget, ya, GAK sama sekali.” Lagi, ia menoleh pada Altha. Kini tatapannya begitu lekat. “Tapi karena aku mau melindungi dia, Al.”
“Saat itu aku masih kontakan sama Key, dan aku bener-bener takut kalau Key tau semuanya tapi gak bisa terima kenyataan yang ada.”
“Makanya, Aku pikir backstreet bisa jadi jalan yang paling tepat sampai semua permasalahan aku dan Key terselesaikan secara baik-baik. Dengan gitu, aku baru bisa yakin kalau Key gak akan ngelakuin macem-macem ke dia.”
“Tapi dia salah tangkap, Al. Sikap aku yang terlalu datar ini, ditambah visual dingin yang udah diciptakan dia buat aku, membuat segelintir orang yang tau tentang kita menganggap hubungan ini sebagai toxic relationship yang harus segera disudahi.”
“Dia cinta sendiri, katanya. Padahal, mungkin rasa aku ke dia juga sama besarnya.”
“Bahkan saking cintanya, aku jadi terlalu posesif dan mengekang pergaulan dia.”
“Dia salah tangkap lagi, Al. Dia bilang aku egois.”
“Untuk hal ini, emang wajar untuk dia marah. Aku juga mengaku salah.”
“Sa, stop-” Altha tak lagi dapat menahan air mata untuk tak jatuh dari kelopaknya.
“Sampai akhirnya, tiba saat Key pulang lagi ke sini. Kita ketemu, dengan niat awal aku mau mengakhiri ini semua baik-baik.”
“Tapi enggak buat Key, Al. Key masih dengan ambisinya yang dulu. Key masih mikir kalau aku milik dia dan kembali menggantungkan hidupnya ke aku.”
“Sialnya, dia kembali mengancam buat mengakhiri hidupnya kalau aku gak mau ngikutin kemauannya.”
“Aku gak tau itu cuma ancaman atau gimana. Tapi kalau sampe hal gak diharapkan itu terjadi, aku akan jadi orang yang paling merasa bersalah, bukan?”
“Akhirnya aku gak punya pilihan lain selain nurutin semua kemauan dia.”
Asa sekali lagi menghela nafasnya dalam-dalam, disertai matanya yang ia pejamkan sejenak. Mengungkit dan mengingat kembali masa-masa itu memang bukan hal yang mudah baginya.
“Setelah itu, waktu aku seolah tersita cuma buat dia, Al. Bahkan kamu tau gak?”
Altha menoleh, “Apa?”
“Saking terobsesinya Key sama aku, Key sampe login akun twitter aku di hapenya, Al.” Asahi tertawa miris. “Semua tentang Key di akun aku waktu itu diupload sendiri sama Key.”
Altha membulatkan matanya tak percaya.
“Demi Tuhan, aku bener-bener ngerasa bersalah sama kesayanganku waktu itu.”
“Tapi kembali ke permasalahan awal. Sampai saat itu, aku masih bingung untuk bersikap gimana buat nunjukin semuanya ke dia. Bodoh, emang.”
“Dia salah paham, untuk yang kesekian kalinya. Aku tau, hatinya pasti sakit banget.”
“Tapi di luar dugaan, dia justru tetep bertahan, Al. Dia kuat banget. Perasaan dia ke aku pasti besar banget, ya, Al?”
Altha membuang wajahnya ke arah lain. Sial, air matanya kini tak kunjung berhenti.
“Akhirnya, peranku perlahan dianggap sebagai sosok paling jahat disini. Mereka menganggap aku brengsek karena memainkan 2 hati dalam 1 waktu.”
“Padahal, gak sedikitpun mereka tau gimana susahnya aku berhadapan sama ini semua.”
Asa terdiam sejenak, menegak ludah getirnya.
“Lambat laun, luka yang gak sengaja aku gores di hati kesayangku itu ternyata membekas semakin dalam.”
“Akhirnya dia menyerah, Al. Dia berhenti bertahan di tengah-tengah jalannya cerita.”
“Demi Tuhan, sakit banget rasanya waktu dia ngelepas aku, Al. Sakiitttt banget.” Suara Asa mulai bergetar.
“Setelah cerita kita selesai, banyak banget orang yang berlomba buat milikin dia. Tapi aku gak rela, Al. Aku bener-bener gak rela.”
“Saat itu akhirnya aku berani membuat keputusan besar. Aku akhiri hubungan apapun yang tersisa antara aku dan Key secara sepihak. Lagipula ini cuma ambisi. Bahkan aku lupa kapan rasa terakhir yang aku punya tersisa buat dia.”
“Aku juga capek, Al. Aku mulai capek mendem semuanya sendirian.”
“Setelah itu, perlahan aku mulai bisa menunjukkan tiap ekspresi dan perasaan yang hadir.”
“Walau terlambat, tapi akhirnya aku memberanikan diri buat menunjukkan semua rasa aku ke dia.”
“Aku juga pengen nunjukin ke dunia kalau aku telah jatuh cinta sama wanita sesempurna dia, Al.”
“Aku berusaha sebisa mungkin untuk bawa dia kembali dan mulai semuanya dari awal lagi.”
“Mirisnya, hal yang aku takutkan dari dulu akhirnya benar terjadi di tengah-tengah usahaku untuk dapetin dia kembali.”
“Key bener ngelakuin hal-hal yang seharusnya gak pantas di terima kesayanganku, Al.”
“Dan sampai saat ini, aku bahkan gak tau harus menyalahkan siapa atas semua yang telah terjadi.”
Asa menegakkan tubuhnya, kini ia hadapkan ke arah dimana Altha berada.
“Kenapa kisah kita yang dimulai dari hal-hal manis ini justru harus kandas dengan begitu tragis, ya, Al?”
“Kenapa ya Tuhan? Kenapa..” Asa mengusap wajahnya yang memerah, kemudian menyibakkan rambut panjangnya ke belakang dengan jari-jari tangan.
Mentari perlahan terbenam di ufuk barat. Cahaya jingga yang sebelumnya menyinari kedua insan itu kini perlahan meredup. Sekarang, giliran bulan yang menunjukkan eksistensinya untuk menerangi gelapnya malam.
Altha juga sudah terisak dari tadi. Dadanya begitu sesak setelah mengetahui kenyataan dari semua kesalahpahamannya selama ini.
Orang menganggapnya sebagai peran paling bodoh karena mencintai Asa.
Padahal, bukankah memang sepantasnya begitu?
Ia harusnya tak pernah salah telah mencintai Asahi.
Asahi; lelaki itu tak pernah menjadi sosok sejahat yang dipirkan orang kebanyakan.
“Sa.. ma-maaf..” Katanya terbata karena isakannya yang tak kunjung berhenti.
Asa tak menjawab, namun ia segera mendekatkan tubuhnya pada Altha dan memeluk wanita itu kuat-kuat.
“Udah terlalu terlambat, ya, Al, buat aku ungkapin ini semua?”
“Aku masih cinta kamu, Al. Gak berubah, sedikitpun.” Lanjutnya, yang membuat Altha di dekapannya itu kembali menangis sejadinya.
Setelah beberapa lama, pelukan itu mengendur. Asa menangkup pipi Altha yang masih basah dengan kedua tangannya.
“Al, pulang sama aku, yuk? Kita mulai lagi semuanya dengan manis.”
”...”
“Ayo bahagia sama-sama, Al. Kasih aku kesempatan untuk terakhir kalinya.”
Altha tak menjawab, ia kembali terisak dan menangkup wajahnya dengan telapak tangan. Sakit rasanya.
Pada menit berikutnya, tanpa sengaja jarinya yang lain menyentuh sebuah benda yang ia kenakan di jari manis tangan kanannya.
Sebuah cincin. Cincin pernikahannya dengan Danny.
Ia tersentak dan segera membuat jarak yang kentara dengan Asa.
Ia lupa.
Altha lupa kalau peran yang seharusnya dimainkan Asa kita telah digantikan oleh Danny sebagai pemeran utamanya.
***