Dia; Choi Danny.
“Dia Choi Danny, sababat gue dari kecil.”
Arjuna -yang masih mengenakan jas dokternya itu- memulai ceritanya setelah di persilakan Altha. Wanita itu sudah memantapkan hati, berusaha menerima apapun yang ia dengar nanti dari mulut Arjuna.
Di bawah langit malam bertabur bintang, mereka berdua berbincang di depan balkon lantai 23 kamar hotel yang di pesan Altha untuk menghindari Danny barang beberapa hari.
Gemerlapnya kota ini pun terpancar dari bagaimana sorot lampu di gedung-gedung tinggi terlihat dari segala penjuru arah.
Sejujurnya, wanita itu masih harap-harap cemas mengenai kabar putrinya yang masih belum tersadar pasca operasi.
“Keluarga kita sama-sama pendatang di Jepang.” Lanjut lelaki itu kemudian. “Suatu anugerah banget waktu gue kenal Danny. Ya gimana gak seneng ya.. dari negara yang sama, bahkan seumuran juga.”
“Dari SD kita sekolah bareng. Danny itu anak yang periang dan pekerja keras. Bunda nya dia juga orang hebat, hati nya tulus banget. Beda sama Ayahnya, beliau bukan apa-apa kalau bukan karena Bunda nya Danny.”
Arjuna terdiam sejenak. “Tapi sayang, beliau malah berkhianat; selingkuh sama salah satu karyawan di kantornya. And ya- Dean was their son. Dan semuanya terungkap saat Dean udah seusia Adam saat itu. Lo tau?”
Mata Altha membulat sempurna, “Ta-tau. T-tapi gue gak pernah tau kalau kisah Bunda sesakit ini.”
Arjuna menghela nafasnya.
“Waktu itu kita masih SD, Adam juga masih kecil. Keluarga Danny yang begitu hangat, tiba-tiba berubah 180°.”
“Danny marah bukan main, dia gak bisa nerima kenyataan yang ada. Tapi tiap kali dia berontak, tiap kali itu juga semua badannya memar dan lebam.”
Altha menutup mulutnya, “Maksud lo...”
Arjuna kembali membuang nafasnya dengan lelah sebagai jawaban. “You know what i mean. Poor Danny.. di usia sekecil itu juga Danny jadi saksi hidup gimana pertengkaran antara orangtua nya terjadi hampir tiap hari.”
“Danny tuh sayang banget sama Bunda nya. Dia selalu jadi tameng buat ngelindungin Bunda. Dan dia juga rela kalau harus jadi samsak atas kemarahan Ayah nya; asal jangan Bunda yang paling dia sayang, atau Adam yang masih terlalu putih untuk mengetahui semua permasalahn yang ada.”
“Gila.” Ucap Altha tanpa sadar.
“Sekarang lo tau kan kenapa Danny marah banget sama Ayah nya?”
Altha menangguk. “Dia juga benci banget sama Dean.”
“Ya karena menurut Danny, kehadiran Dean saat itu yang bikin keluarga dia hancur berantakan. Ayah-Bunda Danny pisah saat dia dan Adam masih terlalu kecil dan membutuhkan kasih sayang keduanya.”
“Padahal Dean juga gak tau apa-apa, ya, Jun.”
“Hm.” Arjuna mengangguk kecil, mengiyakan pernyataan Altha tadi. “Lambat laun, gelagat Danny tambah aneh semakin dia tambah dewasa. Suka tiba-tiba marah hebat, sampe Bunda nya aja gak kenal dia siapa.”
“Ya ternyata... Danny punya kepribadian ganda; yang di sebabkan trauma masalalunya.”
“Daniel, namanya. Seorang sosok yang arogan, kasar, pemarah; persis kayak apa yang pernah dialami Danny dulu.”
Altha terbungkam, ia meneteskan air matanya (lagi) untuk malam ini.
“You know.. sosok Daniel berbanding terbalik sama sosok Danny yang manja, penyayang, dan periang.”
“Bertahun-tahun Danny hidup kayak gitu, Al. Dia selalu bilang kalau kepalanya sakit bukan main tiap Daniel mulai nguasai diri dia. Gue jelas sedih banget dong.”
“Haha, dan akhirnya Danny jadi alesan kenapa saat ini gue milih jadi psikiater. Ya karena... gue mau ngobatin Danny, gue mau Danny sembuh lagi. Gila, sayang banget gue sama dia.” Arjuna berkata dengan tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca.
“Kita kuliah di kampus yang sama, walau jurusannya beda. Dan akhirnya kita mutusin buat ikut komunitas mahasiswa Indonesia yang kuliah di Jepang. Kita berteman dengan banyak orang, Zoya salah satu nya.”
Altha meneguk ludahnya susah payah saat nama itu disebut. Jantungnya mulai berdegup kencang.
“Sampe akhirnya kita tiba di tahun terakhir kuliah. Malem itu, Danny kalah lagi sama Daniel karena suatu masalah hebat antara Ayah dan Bunda nya yang padahal saat itu udah berpisah lama.”
“Daniel yang arogan dan kasar itu kembali melampiaskan amarahnya ke siapapun. Dan saat itu, Zoya jadi sasaran atas kebengisannya. Lebih dari itu, Daniel bahkan melakukan sesuatu yang seharusnya gak dia lakuin ke Zoya.” Arjuna menatap mata Altha takut-takut. “You know what i mean?”
“J-jadi.. N-Nathan be-ner a-nak Danny?” Tubuh Altha bergetar hebat.
Arjuna terdiam sebagai jawaban; dan diamnya ini membawa hati Altha menjadi kebas, seolah mati rasa.
“G-gue gak terima! Gue gak mau!”
“Lo bisa bertahan, Al.”
Altha menatap nanar Arjuna, “Bahkan Bunda yang kuat aja gak bisa bertahan, Jun.”
“Beda cerita, Al! Ini salah Daniel, bukan Danny!”
“Tetep aja Nathan anak kandung dia, Jun!”
Arjuna maju selangkah dan kemudian memegang kedua bahu Altha. “Al, bahkan Danny baru tau kalau perbuatan Daniel waktu itu berdampak segini besarnya karena Zoya nutupin ini semua rapet banget. Gak ada yang tau kalau Zoya hamil anak Danny, dan bahkan.. sekarang Nathan udah segede itu.”
“Hahaha ini gue beneran dipermainkan dunia banget ya.” Altha melepas tangan Arjuna dari bahunya.
“Zoya kesini karena Nathan sakit, Al. Zoya cuma mau Nathan ketemu Papa nya barang sekali, takut-takut hidup anak itu gak lama lagi.”
“Tapi kan, Jun-”
“Danny deserves all happinnes in this world, Al. Stay with him, please...”
”...”
“Cuma sama lo, Al, gue bisa liat Danny sebahagia itu dan kembali menjadi sosok Danny yang gue rindu dari dulu.”
“Tapi kenapa Daniel harus balik lagi sekarang, Jun? Kenapa disaat gue udah mulai jatuh hati sama Danny...”
Arjuna menghela nafasnya, “Tokoh-tokoh masalalu dia kembali bermunculan satu per satu, Al. Mulai dari Dean, Ayah nya, dan bahkan... Zoya.”
“Jun-”
“Tolong pikirin lagi baik-baik ya Al. Danny orang baik, i swear to God.”
”...”
“Ayo, Al. Bantu gue buat bikin dia kembali jadi Choi Danny seutuhnya.”
***