Dean
“Mau kemana, Yang?” Danny segera bangun dari posisinya saat melihat Altha bergegas keluar kamar.
“Kenapa harus bohong, sih?” Wajah Altha tampak serius. “Dean di luar dari tadi. Dia jauh-jauh dari Jepang kesini cuma mau ketemu sama kamu, lho, Dan!”
“Ck!” Lelaki itu berdecak kesal. “Gak usah di samperin, Yang!” Kini ia menarik tangan Altha yang hendak berlalu.
“Kurangin ego kamu, Dan!” Kata Altha kemudian dengan tegas dan kembali berjalan ke pintu utama tanpa menghiraukan seruan Danny dari belakang sana.
Pintu utama di buka dan Altha langsung disuguhkan pemandangan seorang anak seusia Adam yang sedang menunggu mereka dengan gelisah. Jujur, ini pun kali pertama Altha melihat Dean. Selama ini ia hanya sesekali bertukar pesan dan mendengar sedikit cerita tentang Dean dari Bundanya.
Danny dengan raut wajah yang terlihat emosi itu kini juga keluar dari rumahnya.
“Ngapain lo kesini?” Tanyanya ketus tanpa basa-basi.
“Yang, ih!” Kata Altha kesal. “Masuk dulu, yuk, Dean? Pasti lo capek-”
“Gak usah! Disini aja!” Potong Danny dengan cepat.
Dean mengulum senyum getirnya, “Gak usah, Kak, gue juga gak lama kok disini.”
“To the point! Lo mau apa?”
“Ayah, Kak..”
“Ck!” Danny mendelik saat mendengar satu kata pertama yang diucapkan anak itu.
“Sakit Ayah makin parah, gak tau beliau bisa bertahan sampai kapan. Permintaan terakhirnya cuma satu, Kak. Ayah mau ketemu lo. Sekali aja... Seenggaknya Ayah bisa liat lo di akhir hidupnya.” Tutur Dean dengan mata yang berkaca-kaca.
Altha hanya terdiam. Jujur, ia pun tak tau menau tentang masalah ini karena Danny yang terlalu sensitif dengan Dean juga Ayahnya. Yang Altha tau, Dean adalah adik Danny dari Ibu yang berbeda. Itulah sebabnya Bunda memilih untuk berpisah dengan Ayah Danny dan lebih memilih untuk menjadi single parent sampai saat ini.
“Kenapa harus gue?”
“Ya karena lo anaknya, Kak! Lo Kakak gue! Bahkan di dalam diri kita mengalir darah yang sama..”
Danny menyeringai, “Gue gak punya Ayah dan gak punya Adek selain Adam.”
“Kak-” Dean menjatuhkan tubuhnya, ia berlutut di hadapan Danny. Setelahnya ia mendongak. Terlihat dengan jelas kini air matanya perlahan mulai berjatuhan. “Lo boleh benci gue meskipun gue gak tau kesalahan gue apa. Terserah lo, Kak. Tapi gue mohon.. Gue mohon ke lo buat maafin Ayah. Ayah sakit, Kak. Ibarat hidup segan mati ga mau.” Dean mengusap kasar air mata di pipinya. “Mungkin Ayah belum bisa pergi dengan tenang karena lo belum maafin dia. Kasian, Kak, Ayah tersiksa setiap hari.”
“ADA LO! KENAPA DIA MASIH TETEP NYARI GUE?”
“Danny!” Altha buru-buru mengelus tangan lelakinya yang hampir lepas kontrol itu.
Dean tertawa miris, “Ada nya gue setiap hari di sisi ayah juga gak pernah sebanding dengan rindunya dia ke lo yang jauh disini, Kak. Dari dulu sampai sekarang, selalu lo dan Adam yang disebut-sebut namanya.”
Dengan tertatih anak itu kini kembali berdiri. “Sedangkan gue? Ayah mungkin nyesel punya gue yang akhirnya mengharuskan dia pisah sama lo dan Adam.” Kemudian Dean tertawa dengan air mata yang masih mengalir. “Terus buat apa, ya, Tuhan nyiptain gue ke dunia ini tanpa makna? Bahkan selalu disudutkan dan selalu dihantui rasa bersalah yang entah karena apa.”
Altha yang begitu iba kini berhambur ke pelukan anak itu. Dielusnya punggung dan rambut Dean dengan sayang karena seketika ia teringat dengan Junghwan. “No, Dean, no.. Lo gak salah..”
Danny menarik Altha untuk kembali ke sisinya. “Kamu gak tau apa-apa, Yang!”
“Tapi Dan-”
“Bahkan kesalahan yang mereka perbuat itu memengaruhi 70% kehidupan aku- Aaakk!”
Danny kemudian memekik sembari memegangi kepalanya.
“DAN! WHY?”
Dengan segera lelaki itu masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil sesuatu dengan kepala yang masih ia pegangi.
“Kamu mau kemana, Dan?” Seru Altha saat ia melihat Danny kembali dengan kunci mobil di tangan dan segera menuju parkiran.”
“DAN!” Susul Altha.
“SHUT UP!” Bentak lelaki itu yang sukses membuat Altha terkejut sejadi-jadinya. Kemudian Danny segera masuk ke dalam mobil dengan wajah yang masih meringis kesakitan.
Setelahnya, mobil itu pun pergi meninggalkan rumahnya.
***